Penyebab Konflik Israel–Palestina: Akar Sejarah, Politik, dan Agama
Konflik Israel–Palestina merupakan salah satu konflik paling panjang dan kompleks dalam sejarah modern. Hingga kini, konflik ini terus memicu ketegangan, kekerasan, dan krisis kemanusiaan yang berdampak luas, tidak hanya di kawasan Timur Tengah, tetapi juga dunia internasional. Untuk memahami konflik ini secara utuh, kita perlu menelusuri akar penyebabnya dari berbagai aspek, mulai dari sejarah, politik, agama, hingga kepentingan global.
1. Latar Belakang Sejarah Wilayah Palestina
Wilayah Palestina terletak di kawasan strategis Timur Tengah yang sejak ribuan tahun lalu menjadi jalur perdagangan dan perebutan kekuasaan. Sebelum abad ke-20, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman (Turki Utsmani) selama sekitar 400 tahun. Penduduknya mayoritas adalah Arab Palestina, baik Muslim maupun Kristen, dengan komunitas Yahudi yang relatif kecil.
Perubahan besar terjadi setelah Perang Dunia I, ketika Kekaisaran Ottoman runtuh dan wilayah Palestina berada di bawah mandat Inggris berdasarkan keputusan Liga Bangsa-Bangsa.
2. Deklarasi Balfour dan Awal Ketegangan
Salah satu penyebab utama konflik Israel–Palestina adalah Deklarasi Balfour tahun 1917, di mana pemerintah Inggris menyatakan dukungan terhadap pembentukan “tanah air nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina. Deklarasi ini menimbulkan kontroversi karena wilayah tersebut sudah dihuni oleh masyarakat Arab Palestina.
Migrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina meningkat, terutama akibat diskriminasi dan tragedi Holocaust di Eropa. Namun, kehadiran pendatang baru ini memicu ketegangan dengan penduduk asli Palestina yang merasa tanah dan hak mereka terancam.
3. Pembagian Wilayah oleh PBB Tahun 1947
Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara: satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab, dengan Yerusalem sebagai wilayah internasional. Rencana ini diterima oleh pemimpin Yahudi, tetapi ditolak oleh Arab Palestina dan negara-negara Arab.
Penolakan ini bukan tanpa alasan. Pembagian tersebut dianggap tidak adil karena memberikan wilayah yang lebih luas kepada komunitas Yahudi, meskipun jumlah penduduk Arab saat itu lebih besar.
4. Berdirinya Negara Israel dan Nakba
Pada tahun 1948, Israel secara resmi mendeklarasikan kemerdekaannya. Peristiwa ini memicu perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangga. Dalam konflik tersebut, Israel berhasil memperluas wilayahnya melebihi rencana pembagian PBB.
Bagi rakyat Palestina, peristiwa ini dikenal sebagai Nakba atau “malapetaka”, karena sekitar 700.000 warga Palestina terusir atau melarikan diri dari tanah mereka. Sejak saat itu, masalah pengungsi Palestina menjadi salah satu isu utama yang belum terselesaikan hingga kini.
5. Pendudukan Wilayah Palestina
Perang Enam Hari pada tahun 1967 kembali mengubah peta konflik. Israel menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur—wilayah yang oleh Palestina dianggap sebagai bagian dari negara mereka di masa depan.
Pendudukan ini memicu berbagai masalah, termasuk pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina, pembatasan pergerakan warga Palestina, serta ketegangan militer yang berkelanjutan. Banyak pihak internasional menganggap pendudukan ini melanggar hukum internasional.
6. Faktor Agama dan Yerusalem
Agama juga menjadi salah satu faktor penting dalam konflik Israel–Palestina. Yerusalem merupakan kota suci bagi tiga agama besar dunia: Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam, terdapat Masjid Al-Aqsa; bagi umat Yahudi, Tembok Ratapan; dan bagi umat Kristen, Gereja Makam Kudus.
Klaim atas Yerusalem sebagai ibu kota sering kali memicu ketegangan dan kekerasan. Status Yerusalem yang belum jelas menjadi salah satu isu paling sensitif dalam upaya perdamaian.
7. Kegagalan Proses Perdamaian
Berbagai upaya perdamaian telah dilakukan, seperti Perjanjian Oslo pada tahun 1993, yang bertujuan menciptakan solusi dua negara. Namun, perjanjian ini gagal mewujudkan perdamaian permanen.
Beberapa faktor penyebab kegagalan tersebut antara lain:
- Kurangnya kepercayaan antara kedua pihak
- Aksi kekerasan dan serangan balasan
- Perluasan permukiman Israel
- Perpecahan politik internal Palestina
Akibatnya, konflik terus berlanjut tanpa solusi yang jelas.
8. Peran Kekuatan Internasional
Konflik Israel–Palestina juga dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara besar. Amerika Serikat dikenal sebagai sekutu utama Israel, sementara beberapa negara lain mendukung Palestina. Ketidakseimbangan dukungan internasional ini sering kali memperumit proses perdamaian.
Selain itu, kepentingan geopolitik dan ekonomi di kawasan Timur Tengah turut memperpanjang konflik.
9. Dampak Kemanusiaan
Salah satu dampak terbesar dari konflik ini adalah krisis kemanusiaan, terutama di Jalur Gaza. Blokade, konflik bersenjata, dan keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi warga sipil, khususnya perempuan dan anak-anak.
Kondisi ini menimbulkan simpati dan kecaman internasional, namun belum mampu menghentikan siklus kekerasan.
Kesimpulan
Konflik Israel–Palestina bukanlah konflik sederhana yang disebabkan oleh satu faktor saja. Akar permasalahannya mencakup sejarah kolonial, perebutan wilayah, perbedaan agama, kepentingan politik, serta campur tangan internasional. Selama isu-isu mendasar seperti pendudukan, pengungsi, dan status Yerusalem belum diselesaikan secara adil, konflik ini berpotensi terus berlanjut.
Memahami penyebab konflik Israel–Palestina secara menyeluruh adalah langkah awal untuk membangun kesadaran global dan mendorong solusi damai yang berkeadilan bagi semua pihak.