Presiden Joko Widodo menilai penanganan gizi buruk kronis atau stunting di masyarakat bukanlah hal yang sulit dilakukan. Menurutnya, kerjasama menjadi kunci utama agar penanganan masalah stunting bisa mencapai 14% pada 2024.
Jokowi menyatakan angka stunting Indonesia pada 2022 mencapai 21,6%, turun dari posisi 2014 sebesar 37%. Presiden Jokowi meyakini pemanfaatan teknologi dapat mempermudah penanganan stunting di seluruh tanah air.
“Kalau semua data bisa diberi nama sesuai alamat, akan lebih mudah menyelesaikan masalah stunting karena jelas siapa targetnya, perlu ada monitoring apa,” kata Jokowi melalui saluran resmi Presiden. Sekretariat, Rabu (25/1).
Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan, posisi Indonesia dalam mengatasi masalah stunting di Asia Tenggara berada di tengah. Jika target 2024 sebesar 14% tercapai, posisi Indonesia di Asia Tenggara akan berada sedikit di bawah Singapura.
Kementerian Kesehatan mencatat lima daerah yang menduduki posisi teratas peringkat yang memiliki masalah stunting terparah, yakni Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, DI Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Namun, menurut Jokowi, peringkat tersebut tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
Jokowi menyebutkan, lima daerah yang paling stagnan berada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumut, dan Banten. Artinya, mayoritas penderita stunting berada di Pulau Jawa.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan penurunan masalah stunting pada 2023-2024 minimal harus 3,8% per tahun agar target 14% pada 2024 tercapai. Oleh karena itu, pihaknya berencana fokus menangani masalah stunting dari sisi gizi.
Pasalnya, peran ekonomi dalam mengatasi masalah stunting mencapai 3%. Budi mengatakan akan melakukan intervensi pada dua titik dalam kehidupan bayi tersebut.
Pertama, saat ibu hamil dan saat bayi berusia 4-6 bulan. Budi mengatakan bayi sudah membutuhkan protein hewani pada usia tersebut. Karena itu, dia menargetkan 10.000 puskesmas dilengkapi dengan mesin ultrasound pada 2024.
Budi menganggap alat USG penting karena jumlah ibu yang melahirkan setahun di negeri ini mencapai 4,8 juta jiwa. “Saya kira semua ibu di USG saat hamil, ternyata tidak,” kata Budi.
Kedua, saat bayi tidak minum air susu ibu atau ASI atau setelah berusia lebih dari 6 bulan. Pada usia tersebut, bayi harus mendapatkan asupan tambahan dan melakukan pengukuran di Posyandu.
Budi mengingatkan para orang tua untuk segera menyekolahkan anaknya ke Puskesmas jika tak kunjung membaik di Posyandu. Hal ini penting karena anak yang sembuh dari stunting hanya 20% dari total pasien stunting yang ditangani.
“Ini seperti kanker stadium empat. Jadi kalau bisa sebelum mandek, harus dikirim ke Puskesmas,” kata Budi.
Reporter: Andi M. Arief