Komisi Hukum DPR menilai ada sikap tidak profesional dalam menangani kasus meninggalnya mahasiswa Universitas Indonesia, Muhammad Hasya Attalah Syahputra. Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan DPR menyoroti sejumlah persoalan dalam insiden yang melibatkan pensiunan Polri, AKBP (Purn) Eko Setia BW.
“Kami melihat ketidakadilan terkait adanya hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana,” kata Tautik kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Kamis (2/2).
Taufik juga menyebut penetapan Hasya yang telah meninggal dunia sebagai tersangka tidak tepat dan tidak menunjukkan empati. Menurutnya, ketika seseorang meninggal, tuntutan pidana terhadap orang yang bertanggung jawab harus dibatalkan.
“Dalam menangani suatu perkara tentu perlu ada rasa kemanusiaan, rasa empati juga perlu bekerja, bukan hanya soal hukum,” ujar Taufik.
Hak lain yang digarisbawahi oleh Komisi Hukum adalah agar aparat Polda dan Polres melihat kasus tersebut sebagai masalah kecelakaan lalu lintas belaka. Padahal, kata Tobas, dalam hal ini ada hal lain yang bisa digarisbawahi, termasuk pembiaran orang yang membutuhkan bantuan.
Taufik menilai ada beberapa hal yang menunjukkan adanya penegakan hukum yang tidak profesional dalam menangani kasus.
“Dimulai dari bagaimana reaksi penyidik saat menerima laporan, lalu bagaimana menginformasikannya, bagaimana berkomunikasi dengan korban,” ujar Taufik lagi.
Karena adanya penyimpangan yang nyata, Komisi III kemudian mengagendakan rapat dengar pendapat atau RDPU dengan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kejaksaan Mahardhika dan Kantor Hukum Kresna Guntaro & Partners pada Kamis (2/2). Namun, RDPU ditunda karena waktunya berbarengan dengan rencana keluarga Hasya ke Polda. Keluarga Hasya datang ke Polda untuk melaporkan tindak pidana penelantaran orang yang membutuhkan pertolongan hingga meninggal dunia. Selain itu, hari ini polisi juga melakukan rekonstruksi kasus tersebut.
Rekonstruksi Kecelakaan
Polda Metro Jaya merekonstruksi kasus kecelakaan yang menewaskan Hasya di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Selama rekonstruksi, polisi menghadirkan sembilan saksi.
Selain menghadirkan saksi, Polri juga menghadirkan tujuh pihak internal dari Direktorat Penegakan Hukum Korlantas, Inspektorat Pengawasan Polda, Bidang Profesi dan Keamanan serta Bidang Hukum. Selanjutnya Humas Polda Metro Jaya, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan Tim Pusdik Kemudian Polri.
Sedangkan tim eksternal yang dihadirkan adalah Kompolnas, Ombudsman, Dekan FISIP UI, ahli hukum pidana, ahli transportasi, dan ahli kendaraan. Ada juga Kepala BEM UI, pengacara keluarga MHA, pengacara ESB dan ahli kinematika.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya Muhammad Irjen Pol Fadil Imran menggelar diskusi dari dalam Polda Metro Jaya dan pihak luar terkait kasus kecelakaan tersebut. Diskusi tersebut menghasilkan sejumlah usulan di antaranya rekonstruksi kecelakaan yang dialami MHA dan ESB, purnawirawan Polri di Jagakarsa pada 6 Oktober 2022.
Kabag Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, rekonstruksi ini merupakan komitmen Polda Metro Jaya atas hasil pendampingan dan konsultasi serta pembahasan dengan pihak terkait.
“Mudah-mudahan (keluarga) hadir, sesuai undangan yang dimaksud agar semua ini bisa menjadi saksi dan tercapai tujuannya yaitu memberikan kepastian hukum,” kata Trunoyudo, Rabu (1/2).
Ditambahkan Trunoyudo, rekonstruksi ini merupakan komitmen Polda Metro Jaya atas hasil pendampingan dan konsultasi serta diskusi dengan pihak-pihak terkait.