Mengapa Korea Utara dan Korea Selatan Masih Bermusuhan? Ini Akar Sejarah dan Penyebabnya
Korea Utara dan Korea Selatan adalah dua negara yang berasal dari satu bangsa, bahasa, dan budaya yang sama. Namun hingga hari ini, keduanya masih berada dalam kondisi bermusuhan dan secara teknis masih berperang. Ketegangan antara kedua Korea sering menjadi sorotan dunia karena melibatkan senjata nuklir, kekuatan militer besar, serta kepentingan negara-negara adidaya. Lalu, mengapa Korea Utara dan Korea Selatan masih bermusuhan hingga sekarang? Jawabannya tidak sederhana dan berakar pada sejarah, ideologi, serta politik global.
1. Korea Pernah Menjadi Satu Negara
Sebelum abad ke-20, Semenanjung Korea merupakan satu wilayah yang utuh dan diperintah oleh dinasti-dinasti Korea selama ribuan tahun. Rakyat Korea memiliki identitas nasional yang kuat dan tidak pernah terpecah menjadi dua negara.
Perubahan besar terjadi ketika Jepang menjajah Korea pada tahun 1910 hingga 1945. Selama masa penjajahan ini, rakyat Korea mengalami penindasan, eksploitasi sumber daya, dan penghapusan budaya lokal. Penjajahan Jepang menjadi salah satu trauma nasional yang sangat berpengaruh dalam sejarah Korea modern.
2. Pembagian Korea Setelah Perang Dunia II
Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II pada tahun 1945, Korea dibebaskan. Namun, alih-alih merdeka sebagai satu negara, Korea justru dibagi menjadi dua wilayah pendudukan.
- Korea Utara berada di bawah pengaruh Uni Soviet
- Korea Selatan berada di bawah pengaruh Amerika Serikat
Garis pembagian ditetapkan secara mendadak di garis lintang ke-38, tanpa melibatkan rakyat Korea sendiri. Pembagian ini awalnya bersifat sementara, tetapi ketegangan Perang Dingin membuatnya menjadi permanen.
3. Perbedaan Ideologi yang Tajam
Salah satu penyebab utama permusuhan Korea Utara dan Selatan adalah perbedaan ideologi yang ekstrem.
Korea Utara menganut komunisme dengan sistem pemerintahan satu partai dan kekuasaan terpusat. Negara mengontrol hampir seluruh aspek kehidupan warganya. Sementara itu, Korea Selatan berkembang menjadi negara demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalis dan pasar bebas.
Perbedaan ideologi ini membuat kedua negara saling memandang sebagai ancaman. Korea Utara menganggap Korea Selatan sebagai boneka Amerika Serikat, sedangkan Korea Selatan melihat Korea Utara sebagai rezim otoriter yang berbahaya.
4. Perang Korea (1950–1953)
Permusuhan antara Korea Utara dan Korea Selatan memuncak dalam Perang Korea yang berlangsung dari tahun 1950 hingga 1953. Perang ini dimulai ketika Korea Utara menyerang Korea Selatan dengan tujuan menyatukan semenanjung di bawah pemerintahan komunis.
Perang tersebut melibatkan kekuatan besar dunia:
- Amerika Serikat dan sekutunya mendukung Korea Selatan
- China dan Uni Soviet mendukung Korea Utara
Perang Korea menewaskan jutaan orang dan menghancurkan infrastruktur di kedua sisi. Pada tahun 1953, perang dihentikan melalui gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Artinya, secara hukum, kedua Korea masih berada dalam kondisi perang hingga sekarang.
5. Zona Demiliterisasi (DMZ)
Sebagai hasil dari gencatan senjata, dibentuk Zona Demiliterisasi Korea (DMZ) yang membentang sepanjang perbatasan kedua negara. Meskipun disebut “demiliterisasi”, DMZ justru menjadi salah satu perbatasan paling dijaga ketat di dunia.
Keberadaan DMZ menjadi simbol nyata dari permusuhan dan keterpisahan. Keluarga yang terpisah akibat perang tidak bisa bertemu selama puluhan tahun, memperdalam luka sejarah dan ketegangan emosional antara kedua Korea.
6. Peran Amerika Serikat dan China
Permusuhan Korea Utara dan Selatan tidak bisa dilepaskan dari peran negara-negara besar. Amerika Serikat memiliki puluhan ribu tentara yang ditempatkan di Korea Selatan sebagai bentuk perlindungan. Hal ini dipandang Korea Utara sebagai ancaman langsung.
Di sisi lain, Korea Utara menjalin hubungan dekat dengan China, yang menjadi sekutu strategis dan penopang ekonomi utama. Persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan China ikut memperumit upaya perdamaian di Semenanjung Korea.
7. Program Nuklir Korea Utara
Salah satu faktor utama yang membuat hubungan kedua Korea tetap tegang adalah program senjata nuklir Korea Utara. Korea Utara mengembangkan nuklir sebagai alat pertahanan dan penangkal terhadap ancaman luar.
Namun, Korea Selatan dan komunitas internasional melihat program ini sebagai ancaman besar bagi stabilitas regional dan global. Uji coba nuklir dan peluncuran rudal Korea Utara berulang kali memicu krisis dan meningkatkan ketegangan militer.
8. Propaganda dan Kurangnya Kepercayaan
Selama puluhan tahun, kedua Korea terlibat dalam perang propaganda. Media di masing-masing negara menggambarkan pihak lawan secara negatif. Di Korea Utara, Korea Selatan digambarkan sebagai negara yang tertindas oleh Amerika, sedangkan di Korea Selatan, Korea Utara sering digambarkan sebagai negara tertutup dan agresif.
Kurangnya kepercayaan ini membuat dialog dan kerja sama menjadi sangat sulit, meskipun sesekali terjadi pertemuan diplomatik.
9. Upaya Rekonsiliasi yang Gagal
Beberapa upaya rekonsiliasi pernah dilakukan, termasuk pertemuan tingkat tinggi dan kerja sama ekonomi terbatas. Namun, perubahan kepemimpinan, uji coba senjata, dan tekanan internasional sering kali menggagalkan proses tersebut.
Perbedaan visi tentang penyatuan kembali Korea juga menjadi kendala besar. Korea Utara ingin penyatuan di bawah sistemnya, sementara Korea Selatan menginginkan reunifikasi secara damai dan demokratis.
Kesimpulan
Permusuhan antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah hasil dari kombinasi sejarah kolonial, pembagian wilayah pasca-Perang Dunia II, perbedaan ideologi, Perang Korea, serta keterlibatan kekuatan besar dunia. Selama belum ada perjanjian damai resmi dan kepercayaan antara kedua pihak, ketegangan akan terus membayangi hubungan mereka.
Meski berasal dari bangsa yang sama, realitas politik dan geopolitik membuat Korea Utara dan Korea Selatan masih terjebak dalam konflik yang belum menemukan titik akhir. Harapan perdamaian tetap ada, tetapi jalannya panjang dan penuh tantangan.